Pendidikan Berbasis Riset


Penganugerahan hadiah Nobel 2014 yang baru diumumkan beberapa waktu lalu menginspirasi kita akan arti pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia. Seperti kita ketahui, hadiah Nobel diberikan setiap tahun untuk menjalankan wasiat dari idealisme seorang pengusaha yang juga ilmuwan asal Swedia, Alfred Nobel, demi pengembangan ilmu pengetahuan yang membawa kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia di seluruh dunia. Hadiah Nobel diberikan untuk enam kategori bidang keilmuan, yaitu kedokteran, fisika, kimia, sastra, perdamaian, dan ekonomi. Yang berhak menerimanya adalah orang-orang yang berjasa memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya dengan menghasilkan karya penemuan yang membawa perubahan dan perbaikan besar bagi peradaban kehidupan manusia.

Pengembangan ilmu pengetahuan tentu tak dapat dipisahkan dari upaya peningkatan sistem pendidikan. Salah satu ungkapan terkenal yang dikemukakan oleh Nelson Mandela yaitu, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” Pernyataan Nelson Mandela ini seakan dilengkapi oleh ungkapan Mike Wallace, seorang jurnalis legendaris, yang menyatakan, “All I’m armed with is research.” Pendidikan dan riset adalah “senjata” paling ampuh untuk merubah dunia. Zikmund, et.al (2012) mengemukakan pula bahwa riset adalah salah satu perangkat utama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis dalam kehidupan. Riset merupakan aplikasi dari metode ilmiah untuk mencari kebenaran mengenai suatu fenomena.

Riset adalah proses aplikasi dan pengembangan berkesinambungan dari ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan dapat ditransfer dan disebarkan secara masif dan berkelanjutan melalui dunia pendidikan. Sejatinya, esensi dari pendidikan adalah menghasilkan manfaat sebesar-besarnya bagi pembangunan dan perkembangan peradaban manusia sepanjang jaman. Semakin banyak riset berkualitas yang dihasilkan oleh suatu bangsa, semakin banyak masalah kehidupan yang dapat tersolusi melalui hasil temuannya, sehingga semakin maju pula peradaban bangsa tersebut. Agar peradaban terus-menerus mengalami perkembangan, maka riset harus dijalankan sebagai proses yang berkelanjutan dan menghasilkan pembaruan.

Pembaruan Ilmu Pengetahuan
Banyak perubahan pada kehidupan masyarakat yang timbul sebagai hasil dari aktivitas riset. Neil Amstrong mengemukakan pendapatnya mengenai riset, “Research is creating new knowledge.” Esensi dari riset adalah adanya kebaruan (novelty) dari suatu ilmu pengetahuan. Hal ini sejalan pula dengan pernyataan Peter Drucker, “Knowledge has to be improved, challenged, and increased constantly, or it vanishes.” Tanpa adanya perbaikan, tantangan, dan penambahan secara berkelanjutan, maka pengetahuan akan punah dan tidak berarti bagi kehidupan manusia. Melalui riset, pengetahuan akan mengalami proses transformasi dari tacit knowledge (pengetahuan yang terpendam) menjadi explicit knowledge (pengetahuan yang jelas terungkapkan) sehingga nilai manfaatnya pun akan bertambah.

Oleh karena ilmu pengetahuan terus-menerus berkembang, riset mengenai suatu objek atau fenomena tertentu sejatinya tidak boleh terhenti di suatu titik, namun harus selalu diperbarui. Seorang peneliti harus dapat memposisikan risetnya melalui state of the art (SOTA) dengan melakukan sintesa dari riset-riset terdahulu untuk menemukan kesenjangan (gaps) di antara teori-teori yang ada yang kemudian dapat dijadikan potensi riset baru untuk mengisi gaps tersebut dengan teori-teori baru yang lebih mampu menjawab tantangan dinamika kehidupan.

Dalam konteks Indonesia, data-data yang diperoleh menunjukkan bahwa pembenahan pada sistem pendidikan adalah hal yang urgent untuk segera dilaksanakan saat ini. Laporan terakhir UNESCO menyebutkan bahwa pada tahun 2011 Education Development Index Indonesia menunjukkan peringkat 69 dari 127 negara, sedangkan di tahun 2012 Indonesia berada di peringkat 64 dari 120 negara. Data ini menunjukkan bahwa Indonesia masih berada pada posisi paruh bawah di tingkat dunia dalam hal pendidikan. Berdasarkan data SCImagoJR, suatu lembaga yang mendata publikasi ilmiah yang terdaftar di jurnal-jurnal ilmiah internasional yang terindeks Scopus, disebutkan bahwa dalam kurun waktu 1996-2012 Indonesia menduduki peringkat 61 dalam hal jumlah publikasi ilmiah, sedangkan negara-negara ASEAN lainnya berada jauh di atas. Singapura berada di peringkat 32, Malaysia di peringkat 40, dan Thailand di peringkat 43. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran bangsa Indonesia dalam melakukan riset dan menggiatkan publikasi ilmiah. Salah satu upaya pembenahannya yaitu melalui penerapan sistem pendidikan berbasis riset.

Implementasi Pendidikan Berbasis Riset
Institusi pendidikan berperan sentral dalam upaya pembenahan sistem pendidikan. Implementasi sistem pendidikan berbasis riset dapat dilakukan dengan memenuhi beberapa kondisi sebagai berikut; Pertama, materi ajar yang disampaikan oleh sang pendidik kepada para peserta didiknya mengenai suatu objek pelajaran harus berdasarkan pada hasil riset yang telah dilakukan oleh sang pendidik tersebut sehingga menuntut setiap pendidik untuk giat melakukan riset yang sesuai dengan bidang ajarnya secara berkala untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya. Kedua, metode mengajar yang dibawakan oleh sang pendidik harus dapat membangkitkan keingintahuan (curiousity) di antara para peserta didiknya mengenai suatu objek ajar sehingga mendorong mereka untuk aktif melakukan pembuktian secara empiris melalui riset, dengan kata lain riset dapat dianggap sebagai suatu proses yang dapat menjembatani antara teori dari dunia akademis dengan aplikasinya pada dunia nyata. Ketiga, institusi pendidikan harus memiliki roadmap riset yang telah ditetapkan sejak awal dan diperbarui secara berkala sebagai upaya integrasi terhadap kurikulum mata ajar yang relevan sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas riset dengan memberikan kontribusi nyata terhadap dunia keilmuan berupa ilmu pengetahuan baru yang mampu merubah kehidupan manusia ke arah perbaikan berkelanjutan.

Pendidikan berbasis riset bukan hanya dapat diimplementasikan pada institusi pendidikaan tinggi, namun juga harus dimulai pada jenjang-jenjang pendidikan sebelumnya. Pendidikan berbasis riset diharapkan mampu mendorong sistem pedagogi dua arah yang menggerakkan para pendidik maupun para peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses pendidikan sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan semangat untuk meneliti dan berkreasi sejak dini. Selamat meneliti!***

*Artikel ini dimuat di Harian Tribun Jabar pada 5 November 2014


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *